Banyak sekali orangtua sekarang terperangkap dalam ketidaktahuan dan
tidak tahu harus berbuat apa menghadapi maraknya peredaran materi
pornografi, baik dalam bentuk keping cakram, video games, maupun komik.
Padahal, anak-anak makin rentan terpapar materi pornografi yang pada
akhirnya bisa menimbulkan kecanduan seks dan merusak otak.
Demikian disampaikan Ketua Pelaksana Yayasan Kita dan Buah Hati Elly
Risman dalam seminar bertema "Memahami Dahsyatnya Kerusakan Otak Anak
akibat Kecanduan Pornografi dan Narkoba dari Tinjauan Kesehatan
Intelegensia", Senin (2/3), di auditorium Departemen Kesehatan, Jakarta.
"Banyak orangtua tidak tahu harus berbuat apa ketika anaknya mogok
sekolah, mulai kelas lima sekolah dasar sampai sekolah menengah atas
karena main games tak henti-hentinya," kata Elly Risman. Hampir tiap
hari ada saja berita tentang anak dan remaja berbuat mesum dan foto
bugil yang ditayangkan, baik di televisi, maupun dinikmati rekan sebaya
mereka.
Dalam Pertemuan Konselor Remaja Yayasan Kita dan Buah Hati dengan 1.625
siswa kelas IV-VI sekolah dasar wilayah Jakarta, Bogor, Depok,
Tangerang, dan Bekasi tahun 2008 terungkap, 66 persen dari mereka telah
menyaksikan materi pornografi lewat berbagai media. Sebanyak 24 persen
di antaranya lewat komik, 18 persen melalui games, 16 persen lewat situs
porno, 14 persen melalui film, dan sisanya melalui VCD dan DVD, telepon
seluler, majalah, dan koran.
Mereka umumnya menyaksikan materi pornografi itu karena iseng (27
persen), terbawa teman (10 persen), dan takut dibilang kuper (4 persen).
Ternyata anak-anak itu melihat materi pornografi di rumah atau kamar
pribadi (36 persen), rumah teman (12 persen), warung internet (18
persen), dan rental (3 persen). "Kalau kita jumlahkan, yang melihat di
kamar pribadi dan di rumah teman, berarti satu dari dua anak melihatnya
di rumah sendiri," ujarnya.
Adapun hasil survei yang dilakukan Komisi Nasional Perlindungan Anak
terhadap 4.500 remaja di 12 kota besar di Indonesia tahun 2007
menunjukkan, sebanyak 97 persen dari responden pernah menonton film
porno, sebanyak 93,7 persen pernah ciuman, petting, dan oral sex, serta
62,7 persen remaja yang duduk di bangku sekolah menengah pertama pernah
berhubungan intim, dan 21,2 persen siswi sekolah menengah umum pernah
menggugurkan kandungan.
Kondisi ini terjadi karena mereka sudah terpapar pada pornografi sejak
belia. Hal itu dikatakan Elly. Dari pertemuan Yayasan Kita dan Buah Hati
dengan puluhan ribu orangtua di 28 provinsi ketika seminar, pihaknya
menemukan rata-rata hanya 10 persen dari para orangtua yang bisa
menggunakan peralatan atau permainan canggih yang mereka belikan untuk
anak-anak mereka.
Bahkan, belakangan ini banyak situs internet dengan nama yang tidak
terkait dengan materi seks ternyata mengandung materi pornografi.
Beberapa dari situs itu bahkan menggunakan nama tokoh kartun yang
digemari anak-anak seperti Naruto, serta memakai istilah nama hewan
seperti lalat atau nyamuk yang biasanya dibuka anak-anak itu ketika
mengerjakan tugas sekolah.
Mereka umumnya tidak tahu dampak negatif video terhadap kerusakan otak
anak. "Kita berada dalam kultur abai pada anak sendiri. Di sisi lain,
kita semua belum menganggap bencana pornografi itu sama pentingnya
dengan masalah flu burung, HIV/AIDS, narkoba, dan penyakit-penyakit
menular lainnya," ujarnya.
Maka dari itu, ia mengajak agar para orangtua, baik ayah maupun ibu,
lebih terlibat dalam pengasuhan anak-anak mereka sejak belia. Kurangnya
peran ayah dalam pengasuhan anak pada usia dini, khususnya pada anak
lelaki, mengakibatkan terputusnya jembatan komunikasi antara orangtua
dan anak. Hal ini membuat banyak anak memilih mencari informasi dari
luar rumah yang bisa jadi malah menjerumuskan mereka dalam dunia
pornografi.
Pemerintah juga harus meningkatkan pengawasan terhadap peredaran materi
pornografi, "Antara lain dengan membatasi atau memblokir situs-situs
internet pornografi, menerapkan regulasi yang ketat terhadap video
games, terutama yang mengandung materi tidak edukatif atau berbau
pornografi," kata Elly.